No comment yet

Retorika

                    Dewasa ini ketrampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara sangat dibutuhkan dalam  berbagai  profesi. Pada dasarnya berbicara tidak hanya sekedar mengeluarkan  kata kata melainkan berbicara menurut runtutan dan konsepnya. Berbicara  merupakan titik tolak retorika. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang  untuk mencapai tujuan tertentu. Seni dalam berbicara akan dipelajari dalam retorika. Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah pengetahuan atau ketrampilan tentang  “seni”  berbicara di depan umum dengan baik, atau dalam pengertian lain retorika berarti kesenian untuk berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alam dan ketrampilan teknis.  Retorika diartikan juga sebagai kesenian untuk berbicara baik,  yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian disini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan.





No comment yet

Kontribusi Islam Terhadap Kebangkitan Bangsa Barat

A.     PENDAHULUAN
Antara  abad 8-13 Masehi, Islam berada di atas panggung sejarah peradaban dan kebudayaan dunia. Sejarah telah mencatat kebesaran dan kejayaan Islampada masa masa itu. Pengaruh dan perubahan yang dibawa Islam telah merombak wajah kultural dunia menjadi suatu identitas  keislaman dalam segala  aspek kehidupan sosial dan kebudayaan manusia. Bahkan kebudayaan dan peradaban Islam pada waktu itu  menjadi barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa bangsa terutama di Eropa.
Perubahan perubahan yang dibawa Islam berjalan demikian cepat dan dahsyat menyeberangi batas batas rasial dan geografis.  Perubahan ini digambarkan oleh Christoper Dawnson dalam bukunya ‘religion and culture’ dengan mengatakan bahwa agama islam dapat disebut sebagai suatu contoh klasik bagaimana kebudayaan atau cara hidup sosial dapat diubah oleh suatu pandangan baru mengenai kehidupan dan oleh ajaran agama baru, sehingga mengakibatkan bentuk dan lembaga lembaga sosial yang mengatasi batas batas rasial dan geografis berlangsung terus dalam abad abad berikutnya.
B.     Awal Mula Berkembangnya Kebudayaan Islam
Awal mula kebangkitan peradaban Islam dapat ditelusuri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kegiatan intelektual di Baghdad dan Cordova. Pada masa pemerintahan Al-Ma'mun (813-833 M), ia mendirikan Bait al-Hikmah di Baghdad yang menjadi pusat kegiatan ilmiah. Pendirian sekolah yang terkenal ini melibatkan sarjana Kristen, Yahudi, dan Arab, mengambil tempat sendiri terutama dengan "pelajaran asing", ilmu pengetahuan dan filosofi Yunani, hasil karya Galen, Hippocrates, Plato, Arsitoteles, dan para komentator, seperti Alexander (Aphrodis), Temistenes, John Philoponos, dan lain-lain. Kebangunan intelektual dan kebangkitan cultural Islam ditandai terlebh dahulu dengan suatu kerja besar yang intensif, yaitu dengan cara menerjemahkan  buku buku ilmu pengetahuan Persi dan warisan klasik Yunani,yang dengan tekun dan giat dilakukan oleh sarjana sarjana islam. Orang orang Islam  tidak hanya menerjemahkan buku buku tersebut, aka tetapi menciptakan unsure unsure baru yang disesuaikan dengan nafas keislaman sehingga terciptalah kebudayaan baru  yang berbentuk dan bercorak khas kebudayaan Islam.
Philip K Hitti secara tepat mengatakan bahwa orang orang Arab bukan hanya mengasimilasikan  pengetahuan Persi tua dan warisan klasik Yunani, akan tetapi kedua  macam kebudayaan itu disesuaikan dengan kebutuhan kebutuhan  utama dan dengan alam fikiran mereka.
Terjemahan terjemahan yang dilakukan oleh mereka kemudian masuklah ke benua Eropa. Inilah yang menjadi dasar ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran Eropa dalam Abad pertengahan. Jika diteliti secara seksama, peranan,jasa dan sumbangan Islam pada bangsa bangsa Eropa dapat dibagi menjadi dua segi :
·         Pertama, Umat Islam telah menyelamatkan warisan kebudayaan klasik Yunani dari ancaman kehilangan dan kemusnahannya sehingga penyelidikan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Aristoteles, Galenus dkk tidak hilang.
·         Kedua, umat Islam berjasa dalam mengolah dan mengembangkan kebudayaan klasik Yunani dengan penambahan unsur  unsur  baru  yang kemudian menjadi sumbangan besar bagi Eropa sehingga benua ini memasuki babak baru dengan munculnya masa ‘Renaissance’
Kepeloporan kebudayaan Islam semakin jelas kebesarannya pada masa Daulah Islam di Timur dibawah Khalifah Khalifah Abbasiyah  yang berpusat di Baghdad  (Irak) dan pada masa Daulah Islam di barat di bawah Khalifah Khalifah Ummayah yang  berkedudukan di Andalusia (Cordoba). Kebudayaan Islam pada masa itu baik di barat maupun timur mengalami kegemilangan dan kecermelangan yang besar.
C.     Eropa dan Sentuhan Peradaban Islam
            Melalui interaksinya dengan Dunia Islam, Eropa menyadari keterbelakangan dan ketertinggalan mereka. Interaksi tersebut menyebabkan adanya sentuhan peradaban Islam terhadap mereka. Proses persentuhan itu terjadi melalui konflik-konflik bersenjata, seperti dalam Perang Salib, maupun melalui cara-cara damai seperti di Andalusia. melalui cara yang murni damai di Andalusia. Ketika Eropa masih larut dalam keterbelakangannya, Andalusia telah tumbuh dalam kemajuan dan kegemilangan peradaban. Ustadz Muhammad Al-Husaini Rakha mengatakan, "Di antara bukti kebesaran peradaban Spanyol bahwa di Cordova saja terdapat lima puluh rumah sakit, sembilan ratus toilet, delapan ratus sekolah, enam ratus masjid, perpustakaan umum yang memuat enam ratus ribu buku dan tujuh puluh perpustakaan pribadi lainnya."

              Orang-orang Eropa aktif berinteraksi dengan orang-orang Arab dan mengambil ilmu dari mereka serta mengambil manfaat dari peradaban mereka. Orang-orang Eropa datang ke Andalusia untuk belajar di universitas-universitas umat Islam. Di antara mereka terdapat para tokoh gereja dan para bangsawan. Sebagai contoh salah seorang yang sangat luar biasa kepandaiannya pada abad X bernama Gerbert d'Aurillac. Ia menjadi paus Perancis pertama di bawah gelar Sylvester II. Ia menghabiskan tiga tahun di Toledo dengan para ilmuwan Muslim. Ia belajar matematika, astronomi, kimia, dan pelajaran-pelajaran lainnya. Beberapa wali gereja/pendeta tinggi dari Perancis, Inggris, Jerman dan Italia juga lama belajar di Universitas Muslim Spanyol.

D.    Bentuk Kontribusi Islam terhadap Bangsa Barat
1.      ILmu Kedokteran
Dalam lapangan ilmu kedokteran, dokter islam Al-Kindi (809-873) telah menulis buku ‘Ilmu Mata’ yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi optics. Salah seorang pengagumnya adalah Roger Bacon. Kemudian ada pula nama Ar-Razi (865-925 M) yang  mengarang sebuah buku kedokteran berjudul ‘Al-Hawi’. Buku tersebut, atas perintah Raja Charles I telah  diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Faraj bin Salim (seorang tabib Yahudi) dengan judul continens. Dalam buku ini termuat rangkuman ilmu pengetahuan ketabiban dari Persi, Yunani dan Hindu, dan hasil hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri.
Dokter Islam lain yang terkenal adalah Ibnu Sina. Ia menulis buku berjudul ‘al-Qanun fit-Thib’ diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Qanun of Medicine dan menajdi buku pegangan di pergurua perguruan Eropa selama 30 tahun terakhir dari abad 15.


2.      Astronomi dan   Ilmu Pasti
Dalam bidang ini sarjana Islam ,AL-Khawarizmi, banyak sekali menyumbang dengan karya karyanya dan mempunyai pengaruh terbesar atas pelik  pelik ilmu pasti di abad pertengahan. Ia menulis buku ‘Al jabr wa al-Muqabalah’, suatu  buku standar ilmu pasti.  Buku tersebut memuat daftar astronomi yang tertua dan AL Khawarizmi merupakan orang pertama yang menyusun buku ilmu berhitung dan aljabar.  Kitab inilah yang memperkenalkan ilmu aljabar serta nama itu sendiri di benua Eropa. Pengaruhnya diperkuat dengan kenyataan bahwa ‘alogarisme’ untuk waktu yang lama berarti ‘aritmatik’ dan dewasa ini dipergunakan sebagai metode untuk mengkalkulasi  yang kini telah dibakukan. Begiu pula bapak kimia Islam ,Jabir Ibnu Hayyan, (721-815M). Kitab kimianya merupakan bbuku yang paling berpengaruh di Eropa dan Asia sampai sesudah abad 14.
3.      Filsafat
Sumbangan Islam pada dunia barat dalam hal filsafat adalah Ibnu Rusyd (1126-1198M), dan Al Kindi (809-873M). Ibnu Rusyd dikenal sebagai komentator fikiran fikiran Aristoteles, karenanya dijuluki Aristoteles II, pengaruhnya sangat menonjol atas pendukung filsafat skholastik Kristen dan fikiran fikiran sarjana Eropa  pada Abad pertengahan. Sedang Al Kindi  terkenal dengan metode filsafatnya yang menggabungkan dalil dalil Plato dan Aristoteles dengan cara Neo-Platonis.
4.      Ilmu Sejarah dan Sosiologi
Dalam ilmu sejarah dan sosiologi, muncul nama Ibnu Khaldun (1332-1406M)  dengan karya Muqaddimah-nya  yang telah memberikan sumbangan dan pengaruh terhadap pemikiran pemikiran sarjana barat. Dialah yang pertama kali mengemukakan teori perkembangan sejarah, baik berdasarkan penyelidikan faktor faktor jasmani dan iklim, mapun kekuatan moral dan rohani.


5.      Ibnu Majid
Ibnu Majid adalah seorang navigator Arab terbesar yang bergelar “singa laut”. Pada usianya yang ke-15, Ibnu Majid sudah memimpin sebuah pelayaran. Navigator yang lahir di Julfar, Mesir, tahun 1421 M ini memiliki nama lengkap Shihabud Din Ahmad bin Majid bin Muhammmad bin Amir bin Duwayk bin Yusuf bin Husain bin Abi Ma’lak as-Sa’di bin Abi ar- Raka’ib an-Najdi. Sifat yang patut kita teladani dari Ibnu Majid adalah ketekunannnya dalam mempelajari ilmu navigator yang ia dapatkan dari ayah dan kakeknya dengan cara menjalankan kapal laut atau kapal teerbang. Selain itu, ia juga menguasai ilmu geografi dan astronomi sebagai syarat utama untuk menjadi navigator ulung. Diantara buku-buku karya Ibnu Majid berjudulal-Hijaziah (sejarah negei hijaz),Urjuza (melagukan syair dengan prosa raja-raja ) terdiri dari 3 jilid, Hawiyatul-Ikhtisar fi Ushul Ilmil-Bihar ( ringkasan ilmu navigator) yang ia tulis pada tahun 1490 M. Buku ini berisi tentang rute-rute laut sepanjang pantai India hingga Sumatera, Cina, Taiwan dan sepanjang pantai Samudra Hindia, serta tanda-tanda dekatnya daratan.




                                                                 



D.PENUTUP
              Demikianlah proses pengaruh Islam terhadap kebangkitan peradaban Barat. Tanpa interaksinya dengan Dunia Islam, Barat tidak akan mampu mencapai kemajuan seperti yang mereka banggakan dengan penuh kesombongan pada hari ini. Apabila kemajuan peradaban Islam membawa rahmat dan anugerah bagi seluruh dunia, sebaliknya kemajuan peradaban Barat yang materialistis tidak jarang justru membawa bencana dan musibah bagi umat manusia. Akankah umat Islam bangkit untuk membangun kembali peradaban mereka yang pernah menyinari dunia dengan gemilang? Itu semua menjadi tantangan dan tanggung jawab bagi generasi Islam pada hari ini.


No comment yet

Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah

Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah Abbasiyah in sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana.

A.Kelahiran Daulah Abbasiyah
1.Pemerintahan As-Saffah                    
               Khalifah abbasiyah yang pertama adalah Abu Abbas, dialah yang diberi kepercayaan kepada pamannya Abdullah dalam perang melawan Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah. Hingga akhir khalifah Abbas memberi kepercayaan kepada Salih Bin Ali untuk membunuh Marwan, yang kemudian kepala marwan dikirim ke khalifah Abbas. Saffah kemudian dipindah ke Anbar, dia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk memeragi pemimpin-pemimpin arab yang membantu Umayyah. Dia mengusir mereka kecuali Abdurrahman yang tidak berapa lama kemudian mendirikan dinasti Umayyah di Spayol. Saffah juga memutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu bani Umayyah. Ia membunuh Abu Salama, dikenal sebagai menteri (Wadi’) dari keluarga Nabi Muhammad, seperti halnya dia membunuh Abu Hubayra, salahsatu dari pemimpin bani Umayyah zaman Marwan II setelah memberi kebebasan kepadanya. Kekhalifahan Saffah bertahan selama 4 tahun sembulan bulan. Dia wafat pada tahun 136 H di Anbar, satu kota yang telah dijadikan sebagai tempat kedudukan pemerintahannya.

2.Sistem Kekhalifahan Abbasiyah
                     Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam masalah sosial ddan pilitik diskriminas. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar”Imam” pemimpin masyarakat muslim untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.

Mansur dianggap sebagaipendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibukota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.

B.Kejayaan Daulah Abbasiyah
1.Gerakan penerjemahan
                  Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan  dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daeah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata Negara dan sastra. Pelopor  gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa,Arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Contoh hasil kebudayaan pada masa Bani Abbasiyah :
-  Baitul hikmah
Baitul hikmah merupakan perpustakaan yangberfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan.
-  Pada masa harun ar-rasyid
Institusi ini bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

- Pada masa al-ma’mun
Lembaga ini dikembangkan sejak tahun 815 M dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.
2.Dalam bidang filasafat
           Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn Ishaq al-Kinl-Farabi,Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menjelaskan pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metamor, analogi, dan gambaran imajinatif.

3.Dalam bidang hukum Islam
            Karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767).meski diangap sebagai pendiri madzhab hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

4.Perkembangan Ekonomi
                  Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

                  Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah. Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

5.Dalam bidang Peradaban
                 Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunia timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam

C.Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
1.     Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.     Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.     Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.


Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

                  Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
                  Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah :
1.     Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,
2.     Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara:
1.     Seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko.
2.     Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah diTunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, propinsi-propinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di antaranya bahkan berusaha menguasai khalifah itu sendiri.
Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab).
Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, disamping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada di antara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongoldan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Persaingan antar Bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.
1.     Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
2.     Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir,Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.
Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:

Yang berbangsa Persia:

1.     Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
2.     Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
3.     Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
4.     Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
5.     Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).

Yang berbangsa Turki:

1.     Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
2.     Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
3.     Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
4.     Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
a. Seljuk besar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan Rahimahullahmemenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan berhasil menawannya.
b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).
c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).
d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).
e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470-700 H/1077-1299 M).